Dari sekian banyaknya
karya John Grisham, saya baru membaca The Client. Meski demikian saya hampir
menonton seluruh film yang diadaptasi dari karya-karyanya. Namun bagi saya, The
Client sudah cukup memberi kesan positif
bahwa John merupakan seorang penulis top. Dan sebagaimana menyukai tulisannya,
saya cukup kaget mengetahui jika dia pernah mengambil jurusan akuntansi di
kuliahnya sebelum mempelajari hukum lalu kemudian menjadi seorang penulis! Buat
kamu yang masih mengambang tentang karirmu di masa depan, barangkali cerita
hidup John Grisham bisa memberi kamu sedikit inspirasi.
Ingat, jika dia bisa
melakukannya, kamu pun pasti bisa.
Bisbol, Akuntansi atau
Hukum?
Terlahir dari seorang
pasangan pekerja konstruksi dan ibu rumah tangga di Jonesboro Arkansas pada
tanggal 8 Pebruari 1995, tidak pernah dalam benak seorang John Grisham menjadi
seorang penulis. Malah, seperti anak-anak di lingkungannya, John sangat
tertarik bermain bisbol dan ingin menjadi seorang pemain bisbol profesional.
Untuk mewujudkan mimpi masa kecilnya, dia bergabung dengan tim ketika ada
kesempatan baginya bermain bisbol tingkat mahasiswa di Mississipi.
Namun, setelah
mempertimbangkan, akhirnya dia memutuskan untuk tidak menjadi pemain bisbol
profesional dan memfokuskan diri pada studinya. Dia mengambil jurusan akuntansi
sebagai usaha mempersiapkan dirinya sebagai seorang pengacara pajak, meskipun
di pertengahan jalan, ketertarikannya berubah dari pajak hukum menjadi hukum
kriminal dan pengadilan. Setelah lulus dari University of Mississipi Law
School, John Grisham bekerja untuk sebuah firma di Southaven sebagai pembela
untuk kasus-kasus kriminal kecil dan kecelakaan. DIa bekerja selama satu dekade
sebelum terpilih menjadi anggota DPR pada tahun 1983, hingga berakhir masa baktinya
di tahun 1990.
Membiarkan
Imajinasinya Berkeliaran
Sebagai bagian dari
praktisi hukum di Mississippi, pengacara pribadi terkadang bertugas membela
klien yang tidak punya uang. Itulah satu dari sekian alasan bagi John Grisham
untuk untuk memulai karir menulisnya. Suatu hari, selama masa persidangan
korban pemerkosaan berusia 12 tahun, John Grisham mulai membayangkan apa yang
akan terjadi jika ayah dari anak tersebut memutuskan mengambil jalur hukum
sendiri dengan cara membunuh pelakunya? Atas dasar itu, John mulai menulis
alur, meluangkan waktu menulisnya antara 60 – 80 jam seminggu. Bangun
setiap pukul 5 pagi, dia menulis
setidaknya hingga satu jam sebelum pergi bekerja. Setelah melalui 3 pekan yang
melelahkan, novel pertamanya A Time to Kill selesai di tahun 1987.
Sebagai bagian dari
praktisi hukum di Mississippi, pengacara pribadi terkadang dipanggil untuk
membela klien yang tidak memiliki uang. Salah satu dari kasus tersebut
memberikan kesempatan bagi John Grisham untuk memulai karir menulisnya. Suatu
hari, selama masa persidangan seorang gadis 12 tahun korban pemerkosaan, John
Grisham membayangkan apa yang akan terjadi kepada ayah dari si korban jika dia
mengambil langkah hukum sendiri, balas dendam dengan membunuh sang pelaku? Atas
dasar inilah, John mulai menulis plot, bekerja antara 60 - 80 jam per minggu. Bangun pukul 5 pagi, dan
berhenti menulis setidaknya satu jam sebelum berangkat kerja. Dan setelah 3
tahun yang melelahkan, novel pertamanya A
Time to Kill selesai pada tahun 1987.
Seperti halnya para
penulis baru, John Grisham menghadapi berbagai tantangan. Banyak penerbit dan
editor yang menolak naskahnya. John Grisham pernah ditolak 16 penerbit sebelum
akhirnya seorang agen menandatangani kontrak dengannya. Tapi itu bukan berarti
naskahnya bisa terbit dengan mudah karena dia mengalami penolakan lagi. Hingga,
salah seorang editor memberikan kesempatan padanya. Dia adalah Bill Thompson
dari Wynwood Press, editor yang pernah menemukan Stephen King. Dia membantu
John Grisham menerbitkan 5.000 kopi novelnya dan memberikannya uang muka
sebesar $15.000.
Dengan uang tersebut, John
Grisham membeli 1.000 kopi bukunya dan mulai melakukan perjalanan ke selatan
untuk menjual sendiri bukunya. Meskipun usaha membeli bukunya sendiri tidak
membantu menaikkan rating bukunya dalam buku terlaris, tapi dia tidak patah
semangat, dan terus melanjutkan hobi menulisnya dengan antusias.
Momen Penting
Buku kedua John Grisham berkisah tentang seorang
pengacara muda di sebuah firma ternama di Memphis; The Firm. Sesaat setelah
naskahnya dikirim ke penerbit, akhirnya dia mendapat momennya. Paramount
Pictures membeli hak ciptanya sebesar $ 600.000 untuk diadaptasi kedalam film!
Kesepakatan tersebut ternyata menarik perhatian salah satu penerbit terbesar di
New York, Doubleday membayar harga yang sama untuk membeli hak penerbitan
bukunya. Hebatnya, The Firm masuk jajaran teratas daftar New York Times best seller dan menjadi novel terlaris di tahun
1991.
Dengan penghasilan dari penjualan bukunya, saat ini
John Grisham menjadi seorang penulis penuh waktu dan meletakkan karir hukumnya
di sisi lain. Meski demikian, John tidak pernah menyesali keputusannya menjadi
seorang pengacara. Karena dia percaya dia berhutang pada karir hukumnya
menginspirasi cerita-ceritanya dan menjadi dasar sukses karir menulisnya.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah John Grisham?
Hidup memang penuh dengan hal yang tidak diduga dan
terkadang kita tidak tahu akan menuju kemana. Tapi jika kita belajar melengkapi
diri kita dengan mindset yang tepat,
kita akan siap saat satu kali kesempatan dalam hidup yang kita tunggu-tunggu
datang. Tentu saja, kita juga bisa menciptakan cerita-cerita yang mengispirasi.
Inilah pembelajarannya:
(1) Komitmen pada pilihan kita
Jika kita memutuskan untuk menyerah dan tidak semangat
mengejar mimpi kita, maka tinggalkanlah. Jangan menghabiskan waktu dengan
menyesali atau malah uring-uringan. Dalam kasus John Grisham, dia meninggalkan
mimpi masa kecilnya menjadi seorang pemain bisbol profesional untuk
berkonsentrasi menjadi seorang pengacara pajak sebelum memutuskan bahwa
mengambil jurusan hukum pidana dan pengadilan lebih cocok untuknya. Kendati
demikian, dia sangat komit pada pilihan hukum barunya. Dia mengabdikan dirinya
pada pilihan barunya dan menggali potensinya sebelum berpindah ke bidang lain.
Hal demikian sama pentingnya ketika dia memutuskan bekerja ekstra di tengah
jadwal kerjanya yang padat untuk menulis novel.
Untuk seseorang yang tidak berkomitmen pada
keputusannya, dia akan menemukan dirinya berada di masa lalu.
(2) Jangan menunggu momen, Ciptakan!
Ketika John Grisham diberikan kesempatan untuk menjual
hak ciptanya kepada Paramount Pictures, beberapa orang mungkin menganggap bahwa
dia beruntung.
Tapi saya berpikir lain. Jika dia tidak melalui
hari-hari melelahkan menulis setiap halaman buku pertamanya selama lebih dari
tiga tahun, dia tidak akan pernah mendapat pengalaman menulis, cara menerbitkan
dan menjual sebuah buku.
Menurut saya, dia tidak menunggu momennya. Dia
melakukan sedikit aksi selama bertahun-tahun untuk menciptakan momen tersebut.
Banyak orang beranggapan bahwa mereka memerlukan
sebuah momen penting untuk mendapatkan hal terpenting dalam hidup mereka.
Sehingga mereka menghabiskan masa hidup mereka dengan menunggu kesempatan emas
tersebut. Sedikit yang tahu bahwa semakin menunggu, semakin banyak waktu yang
hilang. Jika mereka memanfaatkan waktu untuk mengasah akting mereka sebelum
datang audisi film, memperbaiki teknik menjual sebelum datang kontrak miliaran
rupiah, memperdalam ketrampilan bermain pedang sebelum terjun ke dalam medan
perang, maka mereka akan memperoleh manfaat yang lebih dari pada waktu menunggu
yang bisa berikan.
WAIT (MENUNGGU) bisa jadi kepanjangan dari What Am I
Thinking (Apa yang sedang kupikirkan), bukan? Jadi, lain kali kau menemukan
dirimu menunggu lagi, tanya dirimu pertanyaan yang sama. Dan ingatlah kisah
John Grisham ini!
* * *

Tidak ada komentar:
Posting Komentar