![]() |
| Foto: theguardian.com |
Membaca bisa menjadi sesuatu yang mengasikkan atau malah berubah menjadi sesuatu yang membosankan. Tentu saja setiap menulis memiliki kiat tersendiri supaya pembaca betah membaca tulisannya dan tulisan-tulisan terbaik selalu dibayar dengan apresiasi, baik itu dalam bentuk penghargaan maupun best seller.
Berkaitan dengan judul di atas, sebaiknya kita bedakan dulu antara tulisan bagus dengan tulisan enak dibaca. Tulisan bagus belum tentu enak dibaca, dan begitu juga tulisan yang enak dibaca yang belum tentu juga disebut bagus. Tulisan bagus itu sangat erat dengan penilaian subjektifitas (tema, fakta, logika, tata bahasa, referensi, dsb), sementara penilaian enak-tidaknya bacaan malah tergantung dari objektifitas (penuturan dan irama). Dan untuk menghasilkan tulisan sempurna pastinya dengan cara menggabungkan keduanya.
Kuingat padamu bila fajar
Merahkan langit sebelah timur
Kuingat padamu bila senja
Mencium bunga yang ‘kan tidur.
Merahkan langit sebelah timur
Kuingat padamu bila senja
Mencium bunga yang ‘kan tidur.
Indah
bukan?
Lalu,
yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana membuat tulisan (cerpen atau novel)
yang enak dibaca.
Tentu
saja tidak mungkin kita membuat sebuah cerpen atau novel dengan akhiran huruf
yang sama seperti dalam puisi. Untuk membuat sebuah cerita yang enak dibaca
perlu feeling,
gambaran yang kuat akan objek, serta pemilihan kata yang tepat. Hal ini bisa
dilatih dan dipelajari dari tulisan-tulisan yang sudah ada. Kita bisa mengambil
salah satu penulis idola kita, mengikuti gayanya menulis hingga pada akhirnya
kita memiliki gaya sendiri.
Di
sini saya akan memberikan beberapa contoh dari tulisan yang enak dibaca dari
beberapa penulis favorit saya. Kita akan mulai dari pembukaan.
Pembukaan
sebuah cerita bisa dimulai dari sebuah kalimat yang menarik, kemudian
berkembang menjadi sebuah pragraf yang baik dan sebuah bab yang enak dibaca
sehingga memancing rasa ingin tahu pembaca akan bab-bab berikutnya.
Berikut
saya kutip pembukaan dari novel Oeroeg karya Hella S. Haasse terbitan Gramedia
Pustaka Utama yang sangat nendang.
Oeroeg kawanku. Bila kukenang lagi masa
kecil dan tahun-tahun remajaku, sosok Oeroeg langsung muncul dalam benakku
bagai salah satu gambar ajaib yang biasa kami beli, tiga lembar seharga sepuluh
sen: lembar-lembar kekuningan mengilap berlapis kertas yang harus digosok keras
dengan pensil agar gambar tersembunyinya muncul. Begitulah juga cara Oeroeg
muncul kembali dalam ingatanku saaat aku mengenang masa lalu.
Sekarang
mari kita analisa.
Di
awal kalimat penulis hanya menulis dua kata, Oeroeg kawanku. Kalimat ini merupakan
sebuah pernyataan singkat yang kemudian diikuti dengan penjelasan di kalimat
kedua. Penulis memperkenalkan Oeroeg, lalu mengenang masa lalu mereka dengan
benda yang biasa mereka mainkan. Kita juga bisa melihat ada dua koma, lalu
titik dua yang menjelaskan benda tersebut. Tanda koma, kata dan, hingga titik sangat
memengaruhi irama. Biasanya penulis menulis membatasi dua-tiga koma sebelum
diikuti kata dan,
atau dilanjutkan dengan kata lalu,
sebelum mengakhiri kalimatnya.
Apabila
si penulis berteman dengan Oeroeg hingga dewasa, maka penulisannya akan sebagai
berikut:
Oeroeg kawanku. Bila kukenang lagi masa
kecil, tahun-tahun remaja dan masa-masa dewasaku, …
Seperti
itulah. Jadi apa yang bisa disimpulkan dari contoh di atas adalah keterkaitan
antara satu kata dengan kata lain, kalimat dengan kalimat lain hingga membentuk
irama yang indah, sebagaimana penulis tadi menjelaskan dua kata Oeroeg kawanku.
Simak
juga pembukaan jenius dari Jhumpa Lahiri dalam cerpennya Masalah Sementara (Penerjemah
Luka, Gramedia Pustaka Utama).
MENURUT PEMBERITAHUAN, ini
hanya masalah sementara: selama lima hari aliran listrik akan dimatikan
satu jam, mulai jam delapan malam. Ada kabel yang rusak gara-gara badai salju
terakhir, dan para tukang reparasi memilih memperbaikinya pada malam hari
karena cuacanya bagus. Perbaikan itu hanya akan memengaruhi rumah-rumah di
jalan sepi dengan barisan pohon di sisi-sisinya, dekat sekali dengan deretan
toko-toko bertembok bata dan halte trem, empat yang ditinggali Shoba dan
Shukumar selama tiga tahun.
Selain
saling keterkaitan antar kalimat, Jhumpa menutup paragraf dengan memperkenalkan
kedua tokoh utamanya. Namun yang lebih dari itu, masalah
sementara memiliki arti lain selain masalah mati listrik, yaitu masalah
antara Shoba dan Shukumar yang menjadi inti cerita. Indah bukan?
Sumber: duniafiksi.com
Sumber: duniafiksi.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar